أهلا وسهلا
أهلا وسهلا مرحبا
Kamis, 10 Februari 2011
Ceramah Agama Habib Munzir Bin Fuad Almusawa
Hamdan Lirabbin Khasshana Bi Muhammadin… Wa Anqadzana min Dhulmatil Jahli wad Dayaajiri… Alhamdulillahilladzii Hadaana, Bi ‘Abdihil Mukhtari man Da’ana, Ilaihi bil Idzni, wa Qad Naadaana, Labbaika Yaa man Dallanaa wa hadaana, Labbaik Yaa Rasulullah……
beliau selalu memulai ceramahnya dengan kalimat ini, dimanapun dan kapanpun, yang artinya “Segala Puji untuk Yang Maha Memelihara, Yang telah memilih kita untuk bersama Muhammad, dan menyelamatkan kita dari Gelapnya Kebodohan dan Kehinaan Dosa, Segala Puji bagi Allah Yang telah memberi kita Hidayah, lewat Hamba Nya yg Terpilih (saw) yang beliau itu telah menyeru kami Kepada Allah dengan Izin Nya, dan Sungguh seruan beliau telah sampai pada kami, Kami datang pada panggilanmu wahai (nabi saw) yang telah membimbing kami dan menyatukan kami, Kami datangi panggilanmu wahai Rasulullah..”, kalimat kalimat ini diambil dari untaian pembuka Maulid Dhiya’ullami, karangan Gurunya Al Habib Umar bin Hafidh)
Wahai yang hadir didalam perkumpulan orang-orang yang mencintai Nabi Muhammad.., (saw) Wahai sanubari yang terpanggil kedalam Magfirah (pengampunan) Allah.., Wahai sanubari yang kepadamu seruan seruan Ilahi yang tersambung kepada Matahari Hidayah (Allah swt), kepada Matahari kelembutan Nya, kepada Matahari Kasih Sayang, kepada Matahari Pengampunan, kepada Matahari Hidayah dan Keberkahan, kepada Matahari Yang Maha Menentukan Segala Kejadian.
Allah Laa ilaaha illa huu (Allah Yang Tiada Tuhan Selain Dia) Yang tiada tuhan selain Nya, tiada penguasa diatas Nya, tiada pencipta selain Nya, Yang Menguasai Segala Kekuasaan, Yang Berhak atas segala yang berhak di alam, Yang Berhak Mengatur dan Merubah, Yang Berhak Menguasai dan Mengangkat, Yang Berhak Mencabut dan Memberi, Yang Berhak Menghidupkan dan Mematikan, Yang Berhak Memudahkan dan Menyulitkan, Yang Maha Berhak atas segala sesuatu, (Dia) yang Memanggilmu kepada Nya, memanggilmu kepada pengampunan, memanggilmu kepada kedekatan, telah memanggilmu seruan seruan Nya Subhana Wata’ala, telah memanggilmu kasih sayang Nya, telah memanggilmu surga Nya, telah memanggilmu Kelembutan Nya, dengan lidah semulia-mulia lidah utusan Nya Muhammad Rasulullah saw, maka termuliakanlah sanubari yang memahami kehendak Nya, yang menjawab panggilan Nya, yang menjawab seruan Nya, Labbaikallahumma Labbaik, datanglah kehadirat Allah, kepada keridhoan, kepada Keinginan Allah agar engkau termuliakan, agar engkau terampuni, agar engkau berjalan dalam satu shaf dengan kekasih Nya Muhammad.
Berbahagialah mereka yang memahami kehendak Allah, berbahagialah mereka yang memahami apa yang mulia disisi Allah, berbahagialah mereka yang memahami apa yang hina disisi Allah, yang memahami apa-apa yang hina disisi Allah dan yang mulia disisi Allah, berbahagialah mereka dan tiada kebahagiaan selain atas mereka yang memahami Tuhannya, yang memahami penciptanya, yang memahami Allah swt Tuhan sekalian alam, Inilah puncak ma’rifah billah, puncak pemahaman terhadap Allah, inilah puncak dari tasawwuf, inilah puncak dari kedekatan kepada Allah, puncak keimanan, puncak kemurnian, puncak kesucian, Semakin dalam kepahaman seseorang tentang Allah, maka semakin tinggi derajatnya, semakin mulia sujudnya, semakin mulia setiap huruf yang keluar dari lidahnya didalam berdzikir, semakin termuliakan ruku’nya, semakin termuliakan shalatnya, semakin termuliakan ibadahnya, semakin termuliakan setiap langkahnya, semakin termuliakan setiap nafasnya, semakin termuliakan setiap detak jantungnya.
Ketahuilah semakin mereka memahami Allah, semakin dalam ma’rifah billah, pemahaman tentang Allah, maka semakin dalam dan tinggilah derajat seorang hamba kehadirat Allah, Siapakah yang paling memahami Allah?, adakah nama lain selain Muhammad?, siapakah yang paling memahami Allah? Yang paling dekat kepada Allah adalah yang paling memahami Allah, dan yang paling memahami Nya adalah Nabimu Muhammad, Kekasihmu Muhammad, Imammu Muhammad saw wabarik alaihi wa ala aalih, Yang paling memahami Allah adalah yang paling mencintai Allah, dan yang paling dicintai Allah adalah sosok Muhammad Rasulullah saw wabarik alaih wa ala alih.
Maka beruntunglah mereka yang mengikuti Nya, beruntunglah mereka yang mencintai Nya, maka dengan kecintaan terhadap Rasul saw merupakan kesempurnaan keimanan, Siapakah manusia yang paling dekat kepada Allah dan paling tinggi makrifahnya diumat ini, kita mendengar satu nama, Abu Bakar as shiddiq ra, khalifah pertama didalam Islam, orang yang paling dimuliakan setelah Nabi Muhammad didalam umat ini, Sayidina Abu Bakar as shiddiq ra wa ardhaah, dialah yang berkata kepada Rasul : “wahai Rasulullah aku mencintaimu lebih dari pada apa yang kumiliki, lebih dari segalanya dan lebih dari pada diriku sendiri”, ada pertanyaan timbul diantara salah satu hati yang mengatakan apakah terlalu mencintai Rasulullah saw akan menjadi musyrik?, bukankah kecintaan hanya untuk Allah?, Apakah berlebihan mencintai Muhammad berarti mengkultuskan Muhammad?, berarti Abu Bakar as shiddiq musyrik wal’iyadzubilah, karena ia mencintai Rasulullah lebih dari segala sesuatu, lebih dari dirinya sendiri, justru ialah yang paling mulia di ummat ini, karena dengan mencintai Muhammad lah seseorang mencintai Allah, dusta orang mencintai Allah kalau tidak mencintai Muhammad, buktinya Abu Bakar as shiddiq, buktinya Umar bin Khatab yang datang kehadapan Rasul saw dan berkata : “aku mencintai dirimu, lebih dari segala galanya Yaa Rasulullah terkecuali diriku sendiri”, Apa jawaban Rasul saw?, “belum sempurna iman mu wahai Umar”, lalu Umar menjawab “wahai Rasulullah, kini aku mencintai dirimu lebih dari segala-galanya dan diriku sendiri”, Rasul saw menjawab : “Sekarang wahai Umar sempurna keimanan mu”, berarti kesempurnaan keimaan, puncak ma’rifah billah adalah mahabatunnabi Muhammad, (kecintaan penuh pada Nabi Muhammad saw).
Wahai yang hadir, ketahuilah saat-saat yang harus kita gunakan sebelum datangnya saat saat kesulitan, disaat-saat kemudahan, maka ambilah kesempatan untuk terus mendekatkan diri kepada Allah, untuk terus menghiasi dirimu dan siang dan malammu dengan sunah Nabimu Muhammad, Taqarrab ilallah bimahabbatihi wahikmatihi wasunnatih, (mendekat pada Allah dengan mencintai Nabi saw dan mendengarkan hikmahnya dan mengamalkan sunnahnya saw) tiada lagi kedekatan kepada Allah selain dengan ini, kedekatan kepada Allah dengan mengikuti Nabi Muhammad, dengan mengamalkan sunnah Nabi Muhammad, dengan mencintai Nabi Muhammad saw, Berbahagialah mereka yang memahami ini semua.
Kita telah melihat (memahami bahwa) mereka mereka yang dimuliakan Allah, dan mereka yang paling tinggi derajatnya kehadirat Allah swt didalam umat ini, para Khulafa’urrasyidiin, (Abubakar, Umar, Usman dan Ali) apakah perjuangan mereka mengalahkan perjuangan yang lain, masih banyak mereka yang mungkin perjuangannya lebih dari khulafa’urrasyiddin, tapi sanubari mereka yang dipenuhi ahabbatunnabi Muhammad mengangkat derajat mereka setinggi tingginya, Abu Bakar as shiddiq para ulama mengatakan beliau wafat karena racun yang ia minum, mendahului makanan yang disuguhkan kepada Nabi Muhammad, Beliau tidak wafat didalam peperangan, tetapi adakah salah seorang dari syuhada yang mengatasi derajat Abu Bakar as shiddiq?, wallahi tidak ada, apakah ada salah seorang syuhada mengatasi Utsman bin Affan atau Ali bin Abu Thalib?, wallahi tidak ada, tidak ada syuhada dibarat dan timur yang melebihi mereka para Imam Khulafa’urrasyidin.
Bimahabbatihim linabiyyihim Muhammad, (karena kecintaan mereka pada Nabi Muhammad saw) Bi iqtida’ihim (karena kepatuhan mrk pd) Nabi Muhammad, karena iqtida mereka terhadap Rasul, karena kecintaan mereka terhadap Rasul, karena mengikuti daripada ajaran Rasul saw, Perkumpulan ini adalah perkumpulan para pecinta Nabi Muhammad, disinilah majeis ta’lim, disinilah majelis dzikir, disinilah majelis shalawat, disinilah majelis ibadah, disinilah majelis orang-orang yang mendekat kepada Allah, disinilah majelis-majelis orang yang bertobat, disinilah tempat orang yang menginginkan Allah, Masing-masing kelompok punya perkumpulan, ahlul maksiat mempunyai perkumpulan, orang yang mendewa dewakan kemusyrikan punya perkumpulan, orang yang mencintai hal yang batil punya perkumpulan, yang mau berbelanja punya perkumpulan, Para pecinta Muhammad juga mempunyai perkumpulan..!, Allah memilihku dan kalian berkumpul didalam kelompok para pecinta Muhammad Rasulullah.
Keberkahan ini sedang tumpah kepadaku dan kalian dimalam hari ini, kemuliaan itulah yang sedang menganugerahi aku dan kalian yang berkumpul ditempat ini, maka berbahagialah mereka yang tidak mengecewakan Allah, Adakah orang yang lebih mulia dari mereka yang selalu berusaha tak mengecewakan Allah?, kalau mereka mengecewakan seluruh penduduk di alam asalkan mereka tidak mengecewakan Allah mereka masih ada kemungkinan tertolong, Betapa hinanya mereka yang mengecewakan Allah, yang menjaga perasaan seluruh mahluk di alam, apa gunanya kalau ia mengecewakan Allah.
Maka berbahagialah orang-orang yang mencintai Rasul saw, sosok Aulia shalihin, (para wali yg shalih) sosok sembilan wali Allah yang karena sembilan orang inilah pulau Jawa dari ujung barat ke ujung timurnya mengenal Laa Ilaaha Illallah, Sembilan orang, sekarang dipulau Jawa ada berapa ratus ribu da’I?, apa yang mereka bisa perbuat, zaman dahulu sembilan orang merubah Jawa yang dalam kemusyrikan kedalam kalimat Tauhid, Tegaklah panji Laa Ilaaha illallah Muhammad Rasulullah di pulau ini, yang sebelumnya dipenuhi dengan kemusyrikan dan menyembah berhala, hanya karena sembilan orang, Wallahi tsumma Wallah (demi Allah, sekali lagi demi Allah), tidaklah satu dari mereka (wali songo) terkecuali ahlul mahabbah linnabi Muhammad, para pewaris Nabi Muhammad, penerus generasi dan penerus panji Muhammad Rasulullah, Tidak ada seorang sampai kederajat wali sebelum ia mencintai Muhammad, tidak ada seorang mencapai derajat ma’rifah billah sebelum berjalan dengan sunah Muhammad dan bimbingan Muhammad, atsar (bekas/peninggalan) dari pada perjuangan mereka, pulau Jawa ini dari ujung satu keujung yang lain dipenuhi dengan suara adzan, dipenuhi dengan tarhim di masjid-masjid, dipenuhi dengan orang yang ruku’ dan sujud, dari hanya sembilan manusia, Mereka inilah yang seperti zaman sahabat Rasul saw disebutkan satu dari pada mereka seperti seribu dari pada orang yang lain, ini dizaman para sahabat Rasul, dan dari zaman ke zaman, dan tawaran kemuliaan ini tertumpah kepadaku dan kalian bagi mereka yang menginginkannya, dari pada limpahan anugerah kelembutan Ilahi, yang melamarmu sebagai para pecinta Muhammad, apakah akan kau tolak lamaran Allah untuk mengajakmu mencintai Nabi Nya..?, mengikuti nabi Nya, merindukan nabi Nya, bersama didalam shaf Nabi Nya Muhammad saw.
Siang dan malamku yang penuh maksiat, siang dan malamku yang penuh dosa, sampailah aku dan kalian ditempat ini dipanggil kedalam seruan seruan kemuliaan Nya swt, Maka kitapun masing masing mengumandangkan cara kita untuk merindukan beliau saw, berjalan dengan sunah beliau saw, (semoga) Allah swt membukakan kesempatan dari kesempurnaan dan penerimaan yang besar dihati kita seluas luasnya, untuk menerima anugerah besar ini wahai yang hadir, Biarkan hujan terus turun, biarkan setiap tetesnya menjadi saksi bahwa aku dan kalian adalah pecinta Muhammad Rasulullah, biarkan setiap nafasmu dan detak jantungmu malam ini menjadi saksi bahwa aku dan kalian yang merindukan Nabi Muhammad, semoga ini semua akan berkesinambungan sampai saat sakratul maut, sehingga saat sakratul maut menjadi saksi bahwa aku dan kalian wafat didalam mahabatunnabi Muhammad, didalam cahaya Laa ilaaha illallah, jauhkan keluargamu dari pada membesarkan syiar-syiar yang akan membuatmu terpental dari kelompok orang-orang yang masuk kedalam keridhoan Allah.
Jangan engkau jadikan jeritan yang keras di atas permukaan bumi, mungkin kedua orang tuamu yang telah wafat atau kakekmu yang telah wafat yang menjerit dikuburnya dibawah perut bumi, melihat anaknya didalam kehinaan, didalam memuliakan hal hal yang dihinakan Allah wal’iyaadzubillah, Akan datang suatu saat di Yaumul Qiyamah dimana lidah-lidah menjerit, didalam firman Allah : “MEREKA MENJERIT DAN BERKATA, WAHAI CELAKALAH KAMI MENGAPA KAMI TAK MENJADIKAN SI FULAN SEBAGAI ORANG YANG KAMI CINTAI”, Celakalah aku karena aku tidak mengambil fulan sebagai orang yang kucintai, fulan disini ditafsirkan oleh Imam Ibn Abbas adalah Muhammad Rasulullah, Akan banyak lidah lidah yang menjerit kelak, celakalah aku kenapa tidak kujadikan Muhammad sebagai orang yang kucintai, jeritan ini akan kudengar dan akan kalian dengar, dan akan didengar oleh semua telinga, yang telah diceritakan oleh Allah yang telah memahami kejadian yang akan datang, Yang mengabarkannya adalah Allah, kabar yang datang dari Allah, bukan dari surat kabar, bukan dari majalah, bukan dari televisi, bukan dari radio, tetapi dari Allah….!, yang mengabarkan akan datang jeritan kelak “celakalah aku karena aku tidak mengambil fulan sebagai kekasih”, Maka janganlah aku dan kalian dikelompok mereka.
Jadikanlah malam malam disaat orang-orang membesarkan syiar-syiar hal yang hina disisi Allah, jadikanlah saat itu aku dan kalian berada didalam syiar yang memuliakan Allah, berada didalam syiar yang mengagungkan Allah swt.
MENGAPA KITA HARUS MENYAMBUT MAULIDUR RASUL?
Mengapa Menyambut Maulidur Rasul ?
Dimasukkan oleh IbnuNafis
Label: Soal Jawab Perkara Khilafiyyah, Soal Jawab Untuk Faham
Jika ada mereka yang bertanyakan mengapa menyambut maulidul rasul. Maka jawapannya begini :
1. Dalil-dalil umum dari Al Quran yang dijadikan hujjah oleh Ulamak yang membenarkan :
فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ مَعَهُ ۥۤۙ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (١٥٧)
Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Muhammad), dan memuliakannya, juga menolongnya, serta mengikut nur (cahaya) yang diturunkan kepadanya (Al-Quran), mereka itulah orang-orang yang berjaya.
(Surah al A’raf 157)
Di dalam ayat ini dengan tegas menyatakan bahawa orang yang memuliakan RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang beruntung. Merayakan maulid Nabi termasuk dalam rangka memuliakannya.
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيۡتُمُ ٱلزَّڪَوٰةَ وَءَامَنتُم بِرُسُلِى وَعَزَّرۡتُمُوهُمۡ وَأَقۡرَضۡتُمُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنً۬ا لَّأُڪَفِّرَنَّ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّڪُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُۚ
Bahawa Aku adalah berserta kamu (memerhati segala-galanya). Demi sesungguhnya jika kamu dirikan sembahyang, serta kamu tunaikan zakat dan kamu beriman dengan segala Rasul (utusanKu) dan kamu muliakan mereka dan kamu pinjamkan Allah (dengan sedekah dan berbuat baik pada jalanNya) secara pinjaman yang baik (bukan kerana riak dan mencari keuntungan dunia), sudah tentu Aku akan ampunkan dosa-dosa kamu, dan Aku akan masukkan kamu ke dalam Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai.
(Surah al Ma’idah ayat 12)
Erti “azzartumuhum” ialah “memuliakan mereka” (Tafsir Tabari, juz VI halaman 151) Orang yang memuliakan Nabi akan dimasukkan ke dalam syurga. Dan menyambut Maulid Nabi adalah dalam rangka memuliakan Nabi.
2. Saya ingin menyemaikan perasaan cinta kepada RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam. Di kala ramai orang yang kini semakin jauh dari perasaan cinta kepada baginda. Bukankah rasuluLlah bersabda begini :
“Belum sempurna iman seseorang dari kamu. kecuali aku lebih dikasihinya berbanding dengan keluarganya, dan hartanya dan manusia keseluruhannya.”
(Riwayat Muslim juz 11, hlm 15)
Ahh.. bukankah kita sendiri meraikan ulang tahun kelahiran sendiri ? Ibu dan ayah. Bahkan ada pula golongan yang meraikan kelahiran ‘mujaddid’ mereka sendiri ? Jika kita sendiri pun menyambut hari ulang tahun perkahwinan, hari lahir diri dan juga orang lain. Mengapa kita tidak menyambut hari kelahiran manusia agung yang pengutusannya ke muka bumi ini memberi rahmat kepada sekalian alam ?
Saidina Umar radiyaLlahu ‘anhu berkata kepada Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam :
“Engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri”. Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam berkata : “Tidak, wahai Umar. Sampai aku lebih kamu cintai daripada dirimu sendiri.” Saidina Umar radiyaLlahu ‘anhu berkata, “Demi Allah subahanahu wa ta’ala, engkau sekarang lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sekarang wahai Umar.”
(Hadith Riwayat Bukhari, Sohih Bukhari, vol 6 hlmn 2445)
3. Maulidul Rasul itu tidak pernah dibuat oleh RasuluLLah dan ia bid’ah sesat ?
Ada dalil umum bagaimana RasuluLlah sendiri pernah menyebut mengenai hari-hari kebesaran contohnya :
Bahawasanya Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam datang ke Madinah, maka Baginda sallaLLahu ‘alaihi wasallam mendapati di situ orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura iaitu hari 10 Muharram, maka Nabi bertanya kepada orang Yahudi itu: Kenapa kamu berpuasa pada hari Asyura ?
Jawab mereka : ini adalah hari peringatan, pada hari serupa itu dikaramkan Fir’aun dan pada hari itu Musa dibebaskan, kami puasa kerana bersyukur kepada Tuhan. Maka RasuluLlah bersabda : Kami lebih patut menghormati Musa dibanding kamu”
(Hadith riwayat Imam Bukhari dan Muslim).
Banyak sebenarnya perkara yang tidak pernah dibuat oleh RasuluLlah tetapi dilakukan oleh sahabat dan para salafussoleh melalui ijtihad mereka dalam perkara ibadah contoh yang senaraikan oleh bekas Mufti Iraq iaitu Sheikh Abdul Malik Abdul Rahman as Sa’adi :
1. Nabi sallaLLahu ‘alaihi wasallam pernah menyamakan (qiyas) hukum menunaikan haji dan berpuasa untuk seorang yang telah mati dengan hutang terhadap hamba ALlah yang ia wajib tunaikan. (Fath al Bari, jld 4, m.s 64)
Walaupun ini tidak dianggap hukum yang telah ditetapkan oleh qiyas tetapi dengan nas, kerana RasuluLlah sallaLLahu ‘alaihi wasallam diberi kebenaran untuk mengeluarkan hukum, tetapi ini sebenarnya baginda telah membuka satu peluang atau laluan atau pintu kepada umatnya secara umum akan keharusan menggunakan qiyas. Terutama di dalam persoalan ibadah khusus kerana haji dan puasa adalah di antara bentuk ibadah.
2. Saidina Umar berpendapat bahawa tidak batal puasa seseorang yang berkucup dengan isterinya, kerana mengqiyaskan dengan berkumur-kumur ketika berpuasa. (Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan al Baihaqi).
3. Dalam menetapkan satu miqad baru iaitu Zatu Irq bagi jemaah Haji atau Umrah yang datang dari sebelah Iraq, Saidina Umar mengqiyaskannya dengan tempat yang setentang dengannya iaitu Qarn al Manazil. Sedangkan RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam hanya menetapkan empat tempat sahaja sebagai miqat tetapi Saidina Umar menambah satu lagi iaitu Zatu Irq (menjadi lima). (Lihat al Mughni, jld 3, m.s 3 258 dan Fath al Bari m.s 389)
4. Saidina Uthman mewujudkan azan dua kali (pertama dan kedua) pada hari Jumaat diqiyaskan dengan azan 2 kali pada solat subuh dengan alasan bahawa azan yang pertama pada Solat Subuh disyariatkan pada zaman RasuluLLah sallaLLahu ‘alaihi wasallam untuk mengejutkan mereka yang sedang tidur, maka begitu juga azan yang pertama pada solat Jumaat untuk mengingatkan mereka yang sedang sibuk berniaga di pasar dan yang bekerja (Nailul al Authar : 3/322)
5. Jumhur ulama mengharuskan dua solat sunat yang bersebab pada waktu yang makruh diqiyaskan dengan solat sunat selepas Zohor yang diqadha’ oleh RasuluLLah sallaLLahu ‘alaihi wasallam selepas Solat Asar ( Lihat al Nawawi, Syarah sahih Muslim: 6/111)
6. Sebilangan besar pada ulama berpendapat, menyapu tangan sampai ke siku ketika tayammum adalah wajib diqiyaskan dengan membasuh kedua tangan ketika berwudhuk. (Lihat Mughni al Muhtaj:1/99 dan al Mughni: 1/204)
7. Bagi ulama yang berpendapat bahawa solat sunat sebelum Solat Jumaat adalah sunat muakkad mengqiyaskan dengan solat sunat sebelum Zohor. Manakala sebilangan ulama lain di antaranya Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim berpendapat bahaya ia adalah sunat (sunat mutlak bukannya sunat muakkad) mengqiyaskannya dengan solat sunat hari raya yang tidak ada solat sunat (muakkad) sebelum solat tersebut. ((Al Fatawa: 24/194)
8. Sesetengah ulama bermazhab Hanafi mengqiyaskan air yang banyak yang tidak terjejas apabila jatuh najis ke dalamnya dengan air laut dari segi banyaknya. (al Mushili, al Ikhtiyar: 1/14)
9. Para ulama bermazhab Hambali mengharuskan ganti dengan memberi makanan sebagai kaffarat bunuh (yang tidak sengaja), kerana mengqiyaskannya dengan kaffarat zihar dan kaffarat jimak pada siang hari Ramadhan (Al Mughni: 8/97)
10. Menurut Imam Ahmad dalam satu riwayat daripadanya, dibasuh setiap benda yang terkena najis sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan air tanah, kerana beliau mengqiyaskannya dengan sesuatu yang terkena najis anjing atau babi (Al Mughni: 1/54-55)
11. Menurut Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, diwajibkan berdiri sekadar yang termampu bagi sesiapa yang tidak mampu berdiri dengan sempurna ketika solat samada kerana ketakutan atau kerana atap hendak roboh diqiyaskan dengan hukum berdiri seorang yang bongkok. (Al Mughni: 2/144)
12. Imam Malik berpendapat, diharuskan melewatkan solat bagi mereka yang ketiadaan air diqiyaskan dengan seorang perempuan yang kedatangan haid yang diharuskan melewatkan solatnya (al Mughni: 1/250)
13. Imam Abu Hanifah dan Imam asy Syafie berpendapat, sah tayammum bagi seorang yang berhadas besar dengan niat mengangkat hadas kecil diqiyaskan dengan sahnya wudhuk selepas membuang air kecil atau besar (walaupun tanpa niat untuk mengerjakan solat). (Al Mughni: 1/267)
14. Imam Malik membolehkan qadha’ solat malam yang terluput, iaitu dikerjakannya selepas terbit fajar sebelum solat Subuh diqiyaskan dengan solat witir. Tetapi ini adalah salah satu pendapat Imam Malik berhubung dengan masalah ini. (al Mughni:2/120)
15. Imam Abu Hanifah, Ath Thauri dan Al Auza’ie membolehkan lewat solat bagi mereka yang tidak menemui air dan tanah sehinggalah menemuinya, kemudian mengqadha’nya diqiyaskan dengan melewatkan puasa bagi wanita yang kedatangan haid (Al Mughni: 1/267)
Ini hanya sebahagian kecil daripada sebilangan besar persoalan ibadah yang dikeluarkan hukumnya berdasarkan kaedah qiyas. Qiyas ini adalah ijtihad dan pandangan. Oleh itu, sesiapa yang melarang menggunakan qiyas di dalam ibadah secara mutlaq, maka pendapatnya tidak dapat diterima sebagaimana yang dinyatakan tadi.
Ibnu Umar radiyaLlahu anhu berpendapat, solat Sunah Dhuha tidak digalakkan di dalam syariat Islam melainkan bagi mereka yang tiba dalam permusafiran. Beliau hanya mengerjakannya ketika tiba di Masjid Quba. Ini diriwayatkan oleh Al Bukhari daripada Mauriq katanya :
“Aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar RadiyaLlahu ‘anhu.” Adakah kamu bersolat Dhuha? Beliau menjawab “Tidak”, Aku bertanya lagi “Adakah Umar mengerjakannya?” Beliau menjawab “Tidak”. Aku bertanya lagi ” Abu Bakar?” Jawabnya: “Tidak” Aku bertanya lagi: “RasuluLLah sallaLLahu ‘alaihi wasallam?” Jawabnya “Aku tidak pasti”.
Menurut al Hafiz Ibnu Hajar al Asqolani:
“Sebab tawaqqufnya Ibnu Umar pada masalah itu kerana beliau pernah mendengar daripada orang lain bahawa RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam pernah mengerjakannya tetapi beliau tidak begitu mempercayai perkara itu daripada seorang yang menyebut kepadanya.”.
Maka, beliau menganggap solat Dhuha adalah di antara bid’ah yang baik sepertimana yang diriwayatkan oleh Mujahid daripada beliau (Ibnu Umar).
Menurut Al A’raj:
“Aku pernah bertanya Ibnu Umar berkenaan Solat Sunah Dhuha? Beliau menjawab: “Ia adalah bid’ah dan sebaik-baik bid’ah”
. (Fath al Bari: 3/52)
Sepertimana yang telah dinyatakan daripada Ibnu Umar tadi, membuktikan bahawa perkara-perkara yang baharu diwujudkan dalam ibadah memang berlaku dan diakui oleh pada sahabat RadiyaLlahu ‘anhum sendiri.
4. Adakah contoh para salafussoleh yang menyambut maulidul Rasul ?
Prof Dr Ali Jum’ah iaitu Mufti Mesir menjawab begini :
Telah menjadi kebolehan (keharusan) dan tradisi di kalangan salafussoleh sejak abad ke 4 dan ke 5 merayakan peringatan maulid nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam yang agung. Mereka menghidupkan malam maulid dengan pelbagai ketaatan dan ibadah pendekatan kepada Allah seperti memberi makan fakir miskin, membaca al Quran, berzikir, melantunkan puisi-puisi dan puji-pujian tentang rasuluLlah. Hal ini ditegaskan oleh sebilangan ulama seperti : Al Hafizh Ibnu Jauzi, Al Hafizh Ibnu Katsir, Al Hafizh Ibnu Dihyah, al Hafizh Al Hebatusi, Al Hafizh Ibnu Hajar dan Penutup Huffazh (para penghafaz hadith dalam jumlah yang sangat banyak) Jalaluddin Al Suyuthi.
5. Ulamak lain yang membenarkan ?
Dalam kitab al Madkhal, Ibnu Hajj menjelaskan dengan panjang lebar tentang keutamaan yang berkaitan dengan perayaan ini dan dia mengemukakan huraian penuh manfaat yang membuat lapang hati orang yang beriman.
Imam Jalaluddin al Suyuthi dalam bukunya ‘Husnul Maqshid fi Amalil Maulid’ memberikan penjelasan tentang Maulid Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam :
Menurutku, bahawa hukum dasar kegiatan maulid yang berupa berkumpulnya orang-orang yang banyak, membaca beberapa ayat-ayat al Quran, menyampaikan khabar-khabar yang diriwayatkan tentang awal perjalanan hidup Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam dan tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran Baginda, kemudian dihidangkan makanan untuk mereka dan emreka pun makan bersama, lalu mereka pun berangkat pulang, tanpa ada tambahan kegiatan lain. Adalah termasuk bid’ah hasanah dan diberikan pahala bagi orang yang melakukannya. Imam para hafizh Abu Fadhl Ibnu Hajar telah menjelaskan dasar hukumnya sunnah.
Imam Abu Syamah berkata :
Suatu hal yang baik ialah apa yang dibuat pada tiap-tiap tahun bersetuju dengan hari maulud Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam memberi sedekah, membuat kebajikan, maka hal itu selain berbuat baik bagi fakir miskin, juga mengingatkan kita untuk mengasihi junjungan kita Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam membesarkan beliau, dan syukur kepada Tuhan atas kurniaanNya, yang telah mengirim seorang Rasul yang dirasulkan untuk kebahagiaan seluruh makhluk
(I’anatut Tholibin, juzu’ III, halaman 364) – Imam Abu Syamah adalah seorang ulamak besar Mazhab Syafie dan merupakan guru kepada Imam An Nawawi.
Ya Allah jadikanlah kami senantiasa menyintai Nabi Muhammad sallaLLahu ‘alaihi wasallam
Sumber rujukan :
1. Prof Dr Ali Jum’ah, Penjelasan Terhadap Masalah-masalah KhilafiahAl Bayan – Al Qawin li Tashbih Ba’dhi al Mafahim, .2008, Penerbitan Dar Hakamah, Selangor
2. K.H Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, Pustaka Aman Press, Kelantan, Malaysia
3. As Shiekh al Hafiz Abu al Fadl AbduLlah al Siddiq al Ghumari, Makna Sebenar Bid’ah Satu Penjelasan Rapi, Cetakan 2007, Middle East Global (M) Sdn. Bhd, Selangor.
4. Dr Abd Malik Abd Rahman As Sa’adi, Salah Faham Terhadap Bid’ah, al Bid’ah fi al mafhum al islami ad daqiq, Darul Nu’man, 2002, Kuala Lumpur
Dimasukkan oleh IbnuNafis
Label: Soal Jawab Perkara Khilafiyyah, Soal Jawab Untuk Faham
Jika ada mereka yang bertanyakan mengapa menyambut maulidul rasul. Maka jawapannya begini :
1. Dalil-dalil umum dari Al Quran yang dijadikan hujjah oleh Ulamak yang membenarkan :
فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ مَعَهُ ۥۤۙ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (١٥٧)
Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Muhammad), dan memuliakannya, juga menolongnya, serta mengikut nur (cahaya) yang diturunkan kepadanya (Al-Quran), mereka itulah orang-orang yang berjaya.
(Surah al A’raf 157)
Di dalam ayat ini dengan tegas menyatakan bahawa orang yang memuliakan RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang beruntung. Merayakan maulid Nabi termasuk dalam rangka memuliakannya.
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيۡتُمُ ٱلزَّڪَوٰةَ وَءَامَنتُم بِرُسُلِى وَعَزَّرۡتُمُوهُمۡ وَأَقۡرَضۡتُمُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنً۬ا لَّأُڪَفِّرَنَّ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّڪُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُۚ
Bahawa Aku adalah berserta kamu (memerhati segala-galanya). Demi sesungguhnya jika kamu dirikan sembahyang, serta kamu tunaikan zakat dan kamu beriman dengan segala Rasul (utusanKu) dan kamu muliakan mereka dan kamu pinjamkan Allah (dengan sedekah dan berbuat baik pada jalanNya) secara pinjaman yang baik (bukan kerana riak dan mencari keuntungan dunia), sudah tentu Aku akan ampunkan dosa-dosa kamu, dan Aku akan masukkan kamu ke dalam Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai.
(Surah al Ma’idah ayat 12)
Erti “azzartumuhum” ialah “memuliakan mereka” (Tafsir Tabari, juz VI halaman 151) Orang yang memuliakan Nabi akan dimasukkan ke dalam syurga. Dan menyambut Maulid Nabi adalah dalam rangka memuliakan Nabi.
2. Saya ingin menyemaikan perasaan cinta kepada RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam. Di kala ramai orang yang kini semakin jauh dari perasaan cinta kepada baginda. Bukankah rasuluLlah bersabda begini :
“Belum sempurna iman seseorang dari kamu. kecuali aku lebih dikasihinya berbanding dengan keluarganya, dan hartanya dan manusia keseluruhannya.”
(Riwayat Muslim juz 11, hlm 15)
Ahh.. bukankah kita sendiri meraikan ulang tahun kelahiran sendiri ? Ibu dan ayah. Bahkan ada pula golongan yang meraikan kelahiran ‘mujaddid’ mereka sendiri ? Jika kita sendiri pun menyambut hari ulang tahun perkahwinan, hari lahir diri dan juga orang lain. Mengapa kita tidak menyambut hari kelahiran manusia agung yang pengutusannya ke muka bumi ini memberi rahmat kepada sekalian alam ?
Saidina Umar radiyaLlahu ‘anhu berkata kepada Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam :
“Engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri”. Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam berkata : “Tidak, wahai Umar. Sampai aku lebih kamu cintai daripada dirimu sendiri.” Saidina Umar radiyaLlahu ‘anhu berkata, “Demi Allah subahanahu wa ta’ala, engkau sekarang lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Baginda sallaLlahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sekarang wahai Umar.”
(Hadith Riwayat Bukhari, Sohih Bukhari, vol 6 hlmn 2445)
3. Maulidul Rasul itu tidak pernah dibuat oleh RasuluLLah dan ia bid’ah sesat ?
Ada dalil umum bagaimana RasuluLlah sendiri pernah menyebut mengenai hari-hari kebesaran contohnya :
Bahawasanya Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam datang ke Madinah, maka Baginda sallaLLahu ‘alaihi wasallam mendapati di situ orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura iaitu hari 10 Muharram, maka Nabi bertanya kepada orang Yahudi itu: Kenapa kamu berpuasa pada hari Asyura ?
Jawab mereka : ini adalah hari peringatan, pada hari serupa itu dikaramkan Fir’aun dan pada hari itu Musa dibebaskan, kami puasa kerana bersyukur kepada Tuhan. Maka RasuluLlah bersabda : Kami lebih patut menghormati Musa dibanding kamu”
(Hadith riwayat Imam Bukhari dan Muslim).
Banyak sebenarnya perkara yang tidak pernah dibuat oleh RasuluLlah tetapi dilakukan oleh sahabat dan para salafussoleh melalui ijtihad mereka dalam perkara ibadah contoh yang senaraikan oleh bekas Mufti Iraq iaitu Sheikh Abdul Malik Abdul Rahman as Sa’adi :
1. Nabi sallaLLahu ‘alaihi wasallam pernah menyamakan (qiyas) hukum menunaikan haji dan berpuasa untuk seorang yang telah mati dengan hutang terhadap hamba ALlah yang ia wajib tunaikan. (Fath al Bari, jld 4, m.s 64)
Walaupun ini tidak dianggap hukum yang telah ditetapkan oleh qiyas tetapi dengan nas, kerana RasuluLlah sallaLLahu ‘alaihi wasallam diberi kebenaran untuk mengeluarkan hukum, tetapi ini sebenarnya baginda telah membuka satu peluang atau laluan atau pintu kepada umatnya secara umum akan keharusan menggunakan qiyas. Terutama di dalam persoalan ibadah khusus kerana haji dan puasa adalah di antara bentuk ibadah.
2. Saidina Umar berpendapat bahawa tidak batal puasa seseorang yang berkucup dengan isterinya, kerana mengqiyaskan dengan berkumur-kumur ketika berpuasa. (Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan al Baihaqi).
3. Dalam menetapkan satu miqad baru iaitu Zatu Irq bagi jemaah Haji atau Umrah yang datang dari sebelah Iraq, Saidina Umar mengqiyaskannya dengan tempat yang setentang dengannya iaitu Qarn al Manazil. Sedangkan RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam hanya menetapkan empat tempat sahaja sebagai miqat tetapi Saidina Umar menambah satu lagi iaitu Zatu Irq (menjadi lima). (Lihat al Mughni, jld 3, m.s 3 258 dan Fath al Bari m.s 389)
4. Saidina Uthman mewujudkan azan dua kali (pertama dan kedua) pada hari Jumaat diqiyaskan dengan azan 2 kali pada solat subuh dengan alasan bahawa azan yang pertama pada Solat Subuh disyariatkan pada zaman RasuluLLah sallaLLahu ‘alaihi wasallam untuk mengejutkan mereka yang sedang tidur, maka begitu juga azan yang pertama pada solat Jumaat untuk mengingatkan mereka yang sedang sibuk berniaga di pasar dan yang bekerja (Nailul al Authar : 3/322)
5. Jumhur ulama mengharuskan dua solat sunat yang bersebab pada waktu yang makruh diqiyaskan dengan solat sunat selepas Zohor yang diqadha’ oleh RasuluLLah sallaLLahu ‘alaihi wasallam selepas Solat Asar ( Lihat al Nawawi, Syarah sahih Muslim: 6/111)
6. Sebilangan besar pada ulama berpendapat, menyapu tangan sampai ke siku ketika tayammum adalah wajib diqiyaskan dengan membasuh kedua tangan ketika berwudhuk. (Lihat Mughni al Muhtaj:1/99 dan al Mughni: 1/204)
7. Bagi ulama yang berpendapat bahawa solat sunat sebelum Solat Jumaat adalah sunat muakkad mengqiyaskan dengan solat sunat sebelum Zohor. Manakala sebilangan ulama lain di antaranya Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim berpendapat bahaya ia adalah sunat (sunat mutlak bukannya sunat muakkad) mengqiyaskannya dengan solat sunat hari raya yang tidak ada solat sunat (muakkad) sebelum solat tersebut. ((Al Fatawa: 24/194)
8. Sesetengah ulama bermazhab Hanafi mengqiyaskan air yang banyak yang tidak terjejas apabila jatuh najis ke dalamnya dengan air laut dari segi banyaknya. (al Mushili, al Ikhtiyar: 1/14)
9. Para ulama bermazhab Hambali mengharuskan ganti dengan memberi makanan sebagai kaffarat bunuh (yang tidak sengaja), kerana mengqiyaskannya dengan kaffarat zihar dan kaffarat jimak pada siang hari Ramadhan (Al Mughni: 8/97)
10. Menurut Imam Ahmad dalam satu riwayat daripadanya, dibasuh setiap benda yang terkena najis sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan air tanah, kerana beliau mengqiyaskannya dengan sesuatu yang terkena najis anjing atau babi (Al Mughni: 1/54-55)
11. Menurut Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, diwajibkan berdiri sekadar yang termampu bagi sesiapa yang tidak mampu berdiri dengan sempurna ketika solat samada kerana ketakutan atau kerana atap hendak roboh diqiyaskan dengan hukum berdiri seorang yang bongkok. (Al Mughni: 2/144)
12. Imam Malik berpendapat, diharuskan melewatkan solat bagi mereka yang ketiadaan air diqiyaskan dengan seorang perempuan yang kedatangan haid yang diharuskan melewatkan solatnya (al Mughni: 1/250)
13. Imam Abu Hanifah dan Imam asy Syafie berpendapat, sah tayammum bagi seorang yang berhadas besar dengan niat mengangkat hadas kecil diqiyaskan dengan sahnya wudhuk selepas membuang air kecil atau besar (walaupun tanpa niat untuk mengerjakan solat). (Al Mughni: 1/267)
14. Imam Malik membolehkan qadha’ solat malam yang terluput, iaitu dikerjakannya selepas terbit fajar sebelum solat Subuh diqiyaskan dengan solat witir. Tetapi ini adalah salah satu pendapat Imam Malik berhubung dengan masalah ini. (al Mughni:2/120)
15. Imam Abu Hanifah, Ath Thauri dan Al Auza’ie membolehkan lewat solat bagi mereka yang tidak menemui air dan tanah sehinggalah menemuinya, kemudian mengqadha’nya diqiyaskan dengan melewatkan puasa bagi wanita yang kedatangan haid (Al Mughni: 1/267)
Ini hanya sebahagian kecil daripada sebilangan besar persoalan ibadah yang dikeluarkan hukumnya berdasarkan kaedah qiyas. Qiyas ini adalah ijtihad dan pandangan. Oleh itu, sesiapa yang melarang menggunakan qiyas di dalam ibadah secara mutlaq, maka pendapatnya tidak dapat diterima sebagaimana yang dinyatakan tadi.
Ibnu Umar radiyaLlahu anhu berpendapat, solat Sunah Dhuha tidak digalakkan di dalam syariat Islam melainkan bagi mereka yang tiba dalam permusafiran. Beliau hanya mengerjakannya ketika tiba di Masjid Quba. Ini diriwayatkan oleh Al Bukhari daripada Mauriq katanya :
“Aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar RadiyaLlahu ‘anhu.” Adakah kamu bersolat Dhuha? Beliau menjawab “Tidak”, Aku bertanya lagi “Adakah Umar mengerjakannya?” Beliau menjawab “Tidak”. Aku bertanya lagi ” Abu Bakar?” Jawabnya: “Tidak” Aku bertanya lagi: “RasuluLLah sallaLLahu ‘alaihi wasallam?” Jawabnya “Aku tidak pasti”.
Menurut al Hafiz Ibnu Hajar al Asqolani:
“Sebab tawaqqufnya Ibnu Umar pada masalah itu kerana beliau pernah mendengar daripada orang lain bahawa RasuluLlah sallaLlahu ‘alaihi wasallam pernah mengerjakannya tetapi beliau tidak begitu mempercayai perkara itu daripada seorang yang menyebut kepadanya.”.
Maka, beliau menganggap solat Dhuha adalah di antara bid’ah yang baik sepertimana yang diriwayatkan oleh Mujahid daripada beliau (Ibnu Umar).
Menurut Al A’raj:
“Aku pernah bertanya Ibnu Umar berkenaan Solat Sunah Dhuha? Beliau menjawab: “Ia adalah bid’ah dan sebaik-baik bid’ah”
. (Fath al Bari: 3/52)
Sepertimana yang telah dinyatakan daripada Ibnu Umar tadi, membuktikan bahawa perkara-perkara yang baharu diwujudkan dalam ibadah memang berlaku dan diakui oleh pada sahabat RadiyaLlahu ‘anhum sendiri.
4. Adakah contoh para salafussoleh yang menyambut maulidul Rasul ?
Prof Dr Ali Jum’ah iaitu Mufti Mesir menjawab begini :
Telah menjadi kebolehan (keharusan) dan tradisi di kalangan salafussoleh sejak abad ke 4 dan ke 5 merayakan peringatan maulid nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam yang agung. Mereka menghidupkan malam maulid dengan pelbagai ketaatan dan ibadah pendekatan kepada Allah seperti memberi makan fakir miskin, membaca al Quran, berzikir, melantunkan puisi-puisi dan puji-pujian tentang rasuluLlah. Hal ini ditegaskan oleh sebilangan ulama seperti : Al Hafizh Ibnu Jauzi, Al Hafizh Ibnu Katsir, Al Hafizh Ibnu Dihyah, al Hafizh Al Hebatusi, Al Hafizh Ibnu Hajar dan Penutup Huffazh (para penghafaz hadith dalam jumlah yang sangat banyak) Jalaluddin Al Suyuthi.
5. Ulamak lain yang membenarkan ?
Dalam kitab al Madkhal, Ibnu Hajj menjelaskan dengan panjang lebar tentang keutamaan yang berkaitan dengan perayaan ini dan dia mengemukakan huraian penuh manfaat yang membuat lapang hati orang yang beriman.
Imam Jalaluddin al Suyuthi dalam bukunya ‘Husnul Maqshid fi Amalil Maulid’ memberikan penjelasan tentang Maulid Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam :
Menurutku, bahawa hukum dasar kegiatan maulid yang berupa berkumpulnya orang-orang yang banyak, membaca beberapa ayat-ayat al Quran, menyampaikan khabar-khabar yang diriwayatkan tentang awal perjalanan hidup Nabi sallaLlahu ‘alaihi wasallam dan tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran Baginda, kemudian dihidangkan makanan untuk mereka dan emreka pun makan bersama, lalu mereka pun berangkat pulang, tanpa ada tambahan kegiatan lain. Adalah termasuk bid’ah hasanah dan diberikan pahala bagi orang yang melakukannya. Imam para hafizh Abu Fadhl Ibnu Hajar telah menjelaskan dasar hukumnya sunnah.
Imam Abu Syamah berkata :
Suatu hal yang baik ialah apa yang dibuat pada tiap-tiap tahun bersetuju dengan hari maulud Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam memberi sedekah, membuat kebajikan, maka hal itu selain berbuat baik bagi fakir miskin, juga mengingatkan kita untuk mengasihi junjungan kita Nabi Muhammad sallaLlahu ‘alaihi wasallam membesarkan beliau, dan syukur kepada Tuhan atas kurniaanNya, yang telah mengirim seorang Rasul yang dirasulkan untuk kebahagiaan seluruh makhluk
(I’anatut Tholibin, juzu’ III, halaman 364) – Imam Abu Syamah adalah seorang ulamak besar Mazhab Syafie dan merupakan guru kepada Imam An Nawawi.
Ya Allah jadikanlah kami senantiasa menyintai Nabi Muhammad sallaLLahu ‘alaihi wasallam
Sumber rujukan :
1. Prof Dr Ali Jum’ah, Penjelasan Terhadap Masalah-masalah KhilafiahAl Bayan – Al Qawin li Tashbih Ba’dhi al Mafahim, .2008, Penerbitan Dar Hakamah, Selangor
2. K.H Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, Pustaka Aman Press, Kelantan, Malaysia
3. As Shiekh al Hafiz Abu al Fadl AbduLlah al Siddiq al Ghumari, Makna Sebenar Bid’ah Satu Penjelasan Rapi, Cetakan 2007, Middle East Global (M) Sdn. Bhd, Selangor.
4. Dr Abd Malik Abd Rahman As Sa’adi, Salah Faham Terhadap Bid’ah, al Bid’ah fi al mafhum al islami ad daqiq, Darul Nu’man, 2002, Kuala Lumpur
Langganan:
Postingan (Atom)