أهلا وسهلا

أهلا وسهلا مرحبا

Selasa, 27 Juli 2010

Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadhan

Saat ini kita telah berada di bulan Sya’ban, beberapa minggu lagi insya Allah kita akan memasuki bulan Ramadhan. Ramadhan merupakan tamu agung yang senantiasa kita harapkan kedatangannya. Karena itu, tentu kita jauh-jauh hari mesti mempersiapkan diri guna menyambutnya.

Sudah kita ketahui bersama, bahwa manusia tidak akan melaksanakan sesuatu dengan baik kecuali jika ia mempersiapkan diri dengan baik pula. Begitupun agar kita mampu melaksanakan semua amalan di bulan Ramadhan; sangat penting kita mempersiapkan diri untuk itu. Keberhasilan kita pada bulan Ramadhan akan dipengaruhi sejauh mana kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya.

Rasulullah saw dan para Sahabat sangat bersemangat menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mereka sangat serius mempersiapkan diri agar bisa memasuki bulan Ramadhan dan melakukan segala amalan di dalamnya dengan penuh keimanan, keikhlasan, semangat, giat dan tidak merasakannya sebagai beban.

Berbagai persiapan dilakukan untuk menyambut Ramadhan, tamu yang istimewa ini. Persiapan penting yang harus kita lakukan adalah persiapan mental dan ilmu. Mempersiapkan diri secara mental tidak lain adalah mempersiapkan ruhiah kita serta membangkitkan suasana keimanan dan memupuk spirit ketakwaan kita. Cara paling manjur adalah dengan memperbanyak amal ibadah. Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita semua. Nabi saw. memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Ummul Mukminin Aisyah ra. menuturkan:

Aku tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan dan aku tidak melihat Beliau lebih banyak berpuasa dibandingkan dengan pada bulan Sya’ban (HR al-Bukhari dan Muslim).

Bahkan Rasulullah saw. menyambung puasa pada bulan Sya’ban itu dengan puasa Ramadhan. Ummul Mukminin Aisyah ra. menuturkan:

Bulan yang paling Rasul saw. sukai untuk berpuasa di dalamnya adalah Sya’ban, kemudian Beliau menyambungnya dengan (puasa) Ramadhan. (HR Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).

Beberapa hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw. banyak berpuasa pada bulan Sya’ban. Puasa pada bulan Sya’ban itu demikian penting dan memiliki keutamaan yang besar daripada puasa pada bulan lainnya, tentu selain bulan Ramadhan. Sedemikian penting dan utamanya sampai ‘Imran bin Hushain menuturkan, bahwa Rasul saw. pernah bertanya kepada seorang Sahabat:

“Apakah engkau berpuasa pada akhir bulan ini (yakni Sya’ban)?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Jika engkau telah selesai menunaikan puasa Ramadhan, maka berpuasalah dua hari sebagai gantinya.” (HR Muslim).

Hadis di atas menunjukkan dengan jelas keutamaan puasa sunnah pada bulan Sya’ban. Lalu apa hikmah dari puasa pada bulan Sya’ban itu?

Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:

“Ya Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Rasul menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang dilupakan oleh manusia, yaitu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan itu adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia kepada Tuhan semesta alam. Aku suka amal-amalku diangkat, sementara aku sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i; disahihkan oleh Ibn Khuzaimah).

Rasul saw. juga memposisikan puasa pada bulan Sya’ban itu sebagai persiapan untuk menjalani Ramadhan. Anas ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya:

“Puasa manakah yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan?” Rasul menjawab, “Puasa Sya’ban untuk mengagungkan Ramadhan.” (HR at-Tirmidzi).

Walhasil, puasa Sya’ban, di samping akan mendapatkan pahala yang besar dan keutamaan di sisi Allah, juga merupakan sarana latihan guna menyongsong datangnya Ramadhan. Al-Hafizh Ibn Rajab mengatakan, “Dikatakan tentang puasa pada bulan Sya’ban, bahwa puasa seseorang pada bulan itu merupakan latihan untuk menjalani puasa Ramadhan.

Hal itu agar ia memasuki puasa Ramadhan tidak dengan berat dan beban. Sebaliknya, dengan puasa Sya’ban, ia telah terlatih dan terbiasa melakukan puasa. Dengan puasa Sya’ban sebelumnya, ia telah menemukan lezat dan nikmatnya berpuasa. Dengan begitu, ia akan memasuki puasa Ramadhan dengan kuat, giat dan semangat.”

Para ulama salaf dulu sangat memperhatikan pelaksanaan semua amalan-amalan kebaikan pada bulan Sya’ban. Mereka, sejak memasuki bulan Sya’ban, telah memperbanyak membaca al-Quran, menelaah dan memahami isinya dan mentadabburi kandungannya. Bahkan Habib ibn Abi Tsabit, Salamah bin Kahil dan yang lain menyebut bulan Sya’ban ini sebagai Syahr al-Qurâ.

Bulan Sya’ban, Saatnya Intropeksi Diri

Marilah kita gunakan bulan Sya’ban ini untuk instrospeksi diri; sejauh mana kita telah bertindak dan bermuamalah sesuai dengan syariah yang telah Allah turunkan. Sudahkah kita pada bulan ini bergegas mempersiapkan diri guna menyambut datangnya Ramadhan yang sebentar lagi akan tiba? Ataukah kita malah termasuk orang yang melupakan bulan penting ini sebagaimana yang disinggung oleh Rasul saw. dalam hadis di atas?

Saatnyalah kita segera mempersiapkan diri sendiri, keluarga dan orang-orang yang ada di sekitar kita guna menyongsong datangnya Ramadhan. Caranya adalah dengan memperbanyak puasa serta membaca al-Quran sekaligus menelaah, memahami dan mentadabburi kandungannya.

Kita juga harus giat melakukan shalat malam serta memperbanyak sedekah dan amalan-amalan kebaikan lainnya. Agar kita nanti mampu menjalani Ramadhan dengan penuh makna, hendaknya kita pun menyiapkan program-program amal kebaikan yang akan kita lakukan selama bulan Ramadhan.

Lebih dari itu, bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan; di dalamnya setiap Muslim dituntut untuk mengikatkan diri dengan seluruh syariah-Nya. Bulan Ramadhan adalah bulan murâqabah. Sebab, shaum yang dilakukan di dalamnya mengajari setiap Muslim untuk senantiasa merasa diawasi Allah.

Ramadhan juga adalah bulan pengorbanan di jalan Allah. Di dalamnya setiap Muslim dituntut untuk berkorban dengan menahan rasa lapar dan haus demi meraih derajat ketakwaan kepada-Nya. Takwa adalah puncak pencapaian ibadah shaum pada bulan Ramadhan. Perwujudan takwa secara individu tidak lain adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Adapun perwujudan takwa secara kolektif adalah dengan menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan oleh seluruh kaum Muslim. Shaum Ramadhan tentu akan kurang bermakna jika tidak ditindaklanjuti oleh pelaksanaan syariah secara total dalam kehidupan, karena itulah wujud ketakwaan yang hakiki.

Terakhir, guna menambah kerinduan dan semangat kita mempersiapkan diri menyongsong Ramadhan, hendaklah kita mengingat dan merenungkan kembali pesan-pesan Rasul saw. yang pernah Beliau sampaikan pada akhir bulan Sya’ban. Salman al-Farisi menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah berkhutbah pada akhir bulan Syaban demikian:

Wahai manusia, kalian telah dinaungi bulan yang agung, bulan penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah telah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sebagai sunnah. Siapa saja yang ber-taqarrub di dalamnya dengan sebuah kebajikan, ia seperti melaksanakan kewajiban pada bulan yang lain. Siapa saja yang melaksanakan satu kewajiban di dalamnya, ia seperti melaksanakan 70 kewajiban pada bulan lainnya.

Bulan Ramadhan adalah bulan sabar; sabar pahalanya adalah surga. Ia juga bulan pelipur lara dan ditambahnya rezeki seorang Mukmin. Siapa saja yang memberikan makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, ia akan diampuni dosa-dosanya dan dibebaskan lehernya dari api neraka. Ia akan mendapatkan pahala orang itu tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.

Para Sahabat berkata, “Kami tidak memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa puasa?”

Rasulullah saw. menjawab:

Allah akan memberikan pahala kepada orang yang memberi makan untuk orang yang berbuka berpuasa meski dia hanya memberi sebutir kurma, seteguk air minum atau setelapak susu.

Ramadhan adalah bulan yang awalnya adalah rahmah, pertengahannya adalah maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Siapa saja yang meringankan hamba sahayanya, Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Perbanyaklah pada dalam Ramadhan empat perkara, dua perkara yang Tuhan ridhai dan dua perkara yang kalian butuhkan. Dua perkara yang Tuhan ridhai adalah kesaksian Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dan permohonan ampunan kalian kepada-Nya. Adapun dua perkara yang kalian butuhkan adalah: kalian meminta kepada Allah surga dan berlindung kepada-Nya dari api neraka. (HR Ibn Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah dan al-Baihaqi di dalam Syu’âb al-Imân).

Minggu, 25 Juli 2010

doa nisfu sa'ban

Bismillahhirrohmanirrohim
Allahumma yaa dzalmanni wa laa yumunnu `alaika yaadzaljalaali wal ikraami, yadzaath thouli wal in`aami, laa ilaaha illaa anta zhahrallajiinaa, wajaaral mustajiiriina, wa amaanal khaaifiina. Allahumma inkunta katabtanii indaka fii ummil kitaabi syakiyyan au mahruuman au mathruudan au muqattaran `alayya firriziqi famhullaahumma bifadhlika fii ummil kitaabi syaqaawatii wa hirmaanii wathardii wa iqtaara rizqii wa atasbitnii `indaka fii ummil kitaabi sa`iidam marzuuqan muwawaffaqal lil khairaati, fa innaka qulta wa qaulukal haqqu, fii kitabikal munzali, `alaa nabiyyikal mursali, yamhullaahu maa yasyaa-u wa yutsbitu wa indahuu ummul kitaabi ilaahi bittajalli a`zhami fii lailatin nishfi min syahri sya`baanal mukaraamil latii yufraqu fiiha kullu amrin hakiimin wa yubramu, ishrif `annii minal balaai maa a`lamu wa maa laa alamu wa anta `allaamul ghuyuubi, birahmatika yaa arhamarraahimiin, washallallaahu `alaa sayyidinaa Muhammadiw wa `alaa aalihii washahbihii wasallam. Aamiin.
Ya Allah Tuhanku pemilik nikmat, tiada yang bisa memberi nikmat kepada-Mu. ya Allah pemilik kebesaran dan kemuliaan, pemilik kekayaan dan pemberi nikmat, tiada Tuhanyang patut di sembah melainkan Engkau. Engkaulah tempat bersandar dan berlindung dan kepada Mulah tempat yang aman bagi orang-orang yang ketakutan. Ya Allah Tuhanku, sekiranya engkau menulis dalam buku besar-Mu, bahwa orang yang tidak berbahagia yang sangat terbatas mendapat nikmat, yang di jauhkan dari-Mu, atau yang disempitkan dalam mendapat rezeki, maka aku memohon dengan karunia-Mu, semoga Engkau pindahkan aku ke dalam golonga orang-orang yang berbahagia, luas rezeki serta diberi petunjuk kepada kebijakan. Sesungguhnya Engkau telah berfirman dalam Kitab-Mu benar, yang berbunyi, Allah mengubah dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya dan pada-Nya sumber kitab.
Ya Allah! Dengan Tajalli-Mu Yang Maha Besar, pada malam Nisfu Sya`ban yang mulia ini, Engkau tetapkan dan engkau ubah sesuatunya, maka aku memohon semoga dijauhkan dari bencana, baik yang aku ketahui, maupun yang tidak aku ketahui. Engkaulah yany Maha mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi. Aku selalu berharap limpahan rachmad-Mu ya Allah Yang Maha Pengasih, dan semoga salawat Allah selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, keluarga, dan para sahabatnya. Ya Allah, kabulkanlah Do`a kami.

Selasa, 20 Juli 2010

Senin, 12 Juli 2010

isr'mi'raj

Isra Mi'raj (Arab:الإسراء والمعراج‎, al-’Isrā’ wal-Mi‘rāğ) adalah dua bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh Muhammad dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.

Isra Mi'raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi[1] dan mayoritas ulama,[2] Isra Mi'raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer. Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri[3] menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban shalat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi'raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi'raj.

Peristiwa Isra Mi'raj terbagi dalam 2 peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan shalat lima waktu.

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.